GERAKAN AYO BERJALAN SERIBU LANGKAH (LAMPUNG 2017)

MKNT Foundation

“Gerakan Ayo Berjalan 1000 Langkah”

Tertusuk Duri, Hilang Satu Kaki

Semangat hidupnya hampir habis. Kepekaan jiwanya terkikis. Ia hampir tak dapat menemukan jati dirinya. Kesehariannya dihabiskan dengan biji-biji kopi yang tampak menggunung. Satu per satu biji kopi ia perhatikan. Mana yang sudah matang mana yang masih ranum. Mana yang ukuran super mana yang bukan. Ia pilih dan pilah satu per satu. Mengelompokannya dalam satu wadah besar. Setelah itu, barulah ia kuliti kopi-kopi itu dengan telaten.

Begitu seterusnya, setiap hari. Terkadang sedikit menjemukan. Namun begitu adanya. Ia tak bisa menolak apalagi mengelak. Sering ia merasa kosong, tak pernah ada yang spesial dalam hidupnya. Hanya ada kopi dan kopi setiap hari. Seringkali batin mengadu tapi kepada siapa dia pun tak tahu. Ya, maklum saja, untuk ukuran lelaki yang bekerja di perkebunan kopi, pekerjaanya memang tak biasa. Jauh beda dengan pekerjaan para lelaki di kebun kopi pada umumnya. Tak pernah ada cangkul, sabit, atau peralatan perkebunan khas kaum petani yang ia kenakan. Hanya sebilah pisau kecil, bekalnya mengupas kopi.

Tapi tak apa, ia menerimanya dengan lapang dada. Ia berusaha bersikap santai karena tak ada yang bisa ia lakukan selain berdamai dengan kondisi. Semuanya berawal sejak saat itu. Sejak 12 tahun silam. Awal dari nasibnya yang cukup kelam. Ketika bagian dari tanaman yang dikenalnya sebagai jeruk hutan, membuat kakinya cedera. Duri tanaman yang berasal dari golongan Thriphasia ini, menusuk bagian tumitnya hingga berujung penderitaan selamanya.

Dia bernama Hermawan. Pria berusia 41 tahun asal Negeri Sakti, Kecamatan Gedong Tataan, Pesawaran-Lampung. Ia petani kopi. Setiap hari ia keluar masuk hutan untuk menuju kebu kopi.  hingga pada suatu hari, peristiwa malang itu terjadi. Kejadian yang membuatnya hidupnya tak sempurna. Ia tak lagi tampak gagah karena Jalannya terpapah galah.

Waktu itu, ketika matahari sepenggalah, seperti biasa ia berniat ke kebun kopi. Ia pun melintasi rute yang sama. Dari rumah kemudian melewati perkampungan selanjutnya masuk hutan dan sampai di kebun kopi. Hermawan melangkahkan kakinya menuju kebun dengan santai. Sambil membawa sebilah sabit di tangan kanannya, ia berjalan meyusuri rute yang sudah sangat ia hafal.

Dari keseluruhan rute, hutan menjadi rute yang cukup berat baginya. Namun karena terbiasa, ia hampir tak pernah mengeluh ketika melintas. Seolah sudah di luar kepala, sampai ia tahu perdu-perdu apa saja yang ia temui sepanjang jalan. Binatang-binatang apa saja yang sering ia temui dan tak jarang sesekali mencoba mengganggunya. Ia sudah khatam.

Namun naas, ada yang terlewatkan dari ingatannya pada hari itu. Ketika ia melintasi hutan, pikirannya sedang melayang. Ia tak cukup konsentrasi untuk memperhatikan jalan. Ia lupa ketika melintasi semak belukar, ada tanaman perdu yang cukup mengganggu. Apesnya lagi, ia tak pernah memakai alas kaki. Alhasil, duri tanaman jeruk hutan tepat menancap di tengah-tengah tumit sedalam kurang lebih 2 cm. Ia terkejut, ia teriak dan melompat. Namun usahanya tak lantas membuat duri lepas dari kakinya. Ia pun segera mengambil posisi duduk dan berusaha melepas duri. Sembari mencari pertolongan, ia terus berusaha mencabut duri meski tak satu orang pun yang datang menolong hingga duri itu terlepas.

Sejenak menghela nafas, ia masih terdiam dan duduk sambil menahan rasa sakit meskipun sudah sedikit berkurang. Menoleh kanan dan kiri, ia berusaha meraih dedaunan yang dapat dijadikannya obat-obatan sementara. Pelan-pelan sambil meratakan daun yang sudah dihaluskannya, ia membukus lukanya dengan pelepah pohon pisang yang sudah kering. Merasa sedikit lebih enak, ia pun melanjutkan perjalanan.

Seolah tidak terjadi apapun. Hari itu, ia menjalani aktivitas seperti biasanya. Menyiangi rumput-rumputan liar di bawah pohon kopi, sambil sesekali memangkas ranting yang kering. Sesekali ia mengikat karung yang berisi biji kopi mentah yang sudah di panen oleh ibu-ibu.

Sesampainya di rumah, sambil merebah ia mulai terpikir kejadian pada siang hari. Perasaan gelisah dan khawatir mulai mengganggu. Pasalnya ia sadar kalau sejak lama sudah mempunyai riwayat diabetes.

Betul saja, dua bulan berselang, luka bekas tusukan duri tak kunjung kering. Malah semakin melebar, dan mengandung nanah. Sakit yang awalnya terasa ringan, kini semakin berat. Bahkan ia tak bisa lagi berjalan. Ia pincang.

Keluarganya lalu memutuskan untuk membawa Hermawan ke rumah sakit terdekat. Namun ia belum beruntung. Ia terlambat. Dokter yang menanganinya pada waktu itu sudah tidak sanggup lagi untuk mengobati luka di kakinya. Sebab Hermawan sudah mengalami infeksi berat. Hingga akhirnya dokter menyarankan untuk memotong kakinya sepanjang 10 cm dari telapaknya.

Perasaan hancur, berontak, dan sedih tak terelakan. Tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Hanya bisa pasrah. Melewati hari-hari sebagai penyandang tuna daksa, memang tak mudah. Ada kalanya perasaan itu naik-turun. Kadang ia bisa legowo menerima, tapi tak jarang juga menyesali. Namun lambat laun, ia mulai menerima. Ia mulai menyadari perbedaanya. Ia tahu dirinya adalah penyandang tuna daksa. Walaupun sesekali, ia tak menampik ada keputus asaan.

Namun pada suatu hari, ketika ia bertemu dengan sales canvasser PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk, ia mulai sumringah, sedikit bergairah. Musababnya sang canvasser menawarinya untuk menjadi salah satu peserta penerima bantuan kaki palsu dalam program “Gerakan Ayo Berjalan 1000 Langkah”.

Ia gembira, ia menyambutnya dengan senang hati. Serasa harapannya kembali lagi. Ia bergegas menghampiri tim MKNT Foundation ketika menyambanginya pada 06 November 2017. Antusiasnya tak terbendung. Dengan seksama ia memperhatikan tim ahli dari MKNT Foundation pada saat menyiapkan ukuran yang pas untuk kakinya.

Sekali dua kali, ia masih canggung untuk memakai kaki palsu. Wajar saja, ia sudah 12 tahun hidup dengan tumpuan yang tak sempurna. Tapi ketiga keempat dan kelima, ia mulai bisa merasakan “feel” nya untuk menggerakan kaki sambung tersebut.

“Saya sangat berterima kasih kepada PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk. Saya sangat senang. Semoga ini bisa bermanfaat buat saya. Saya doakan semoga program ini masih terus ada. Dan bisa bantu orang lain juga,” pungkasnya.

Kini hidupnya menjadi lebih baik. Meskipun ia tetap bekerja di kebun kopi, tapi ia tak lagi mengupas biji kopi. sekarang ia sudah bisa melakukan pekerjaan yang lain. Ia sudah kembali menyiangi rerumputan dan juga sesekali memangkas ranting yang kering. Walau begitu, ia masih belum mampu untuk mengangkat karung isi kopi.