SERIBU LANGKAH MKNT DI LAMPUNG (2017)

06 November 2017

“Gerakan Ayo Berjalan 1000 Langkah”

 

Meski Sulit Berjalan Tapi Aku Masih Bisa Berjualan

Semangatnya luar biasa. Sedikit pun tak terlihat ada keluhan di wajahnya. Setiap hari ia jalani dengan riang. Seperti tanpa beban, meskipun sesungguhnya beban itu sangat berat. Maklum, Alan (22 tahun)  begitu ia disapa, menjadi gantungan hidup bagi istri dan anaknya. Padahal untuk sekadar menyokong kehidupannya sendiri saja ia terlunta. Hidupnya harus terpapah sebilah tongkat, karena sejak 2 tahun silam, peristiwa naas itu merenggut kaki kirinya hingga menjadikannya tuna daksa.

Sore itu, ayah satu anak ini tak pernah menyangka akan menjadi sore yang bersejarah dalam hidupnya. Baginya akan sama saja. Ia bekerja seharian untuk menafkahi keluarga kecilnya. Terlebih saat itu adalah bulan puasa, sehingga semangatnya untuk bekerja lebih besar. Seperti gayung bersambut, Alan mendapati orderan kecil-kecilan. Salah satu teman dekatnya, menghubungi Alan untuk membantu proses pindahan. Tak mau menyianyiakan kesempatan, ia pun langsung menyanggupinya.

Berbekal kendaraan bermotor roda tiga, Alan langsung menuju ke rumah temannya. Jarak  yang tak terlalu jauh, membuatnya bergerak sedikit lebih cepat. Tak kurang dari 2 jam, barang – barang pun sudah berpindah ke atas motor roda tiganya. Melihat senja yang semakin meredup, ia pun bergegas untuk membawa barang-barang tersebut, berharap ia bisa kembai ke rumah lebih cepat.

Namun apa mau dikata, sore itu ternyata tidak biasa. Semua yang sudah diangan-angankannya jadi berbeda. Tidak seperti yang diduga.

Sepeluh dua puluh meter, motor roda tiga yang ditumpanginya masih stabil. Tak lama, motor mulai menanjak. Berpikir tak mau hilang kendali, Alan langsung menancap gas lebih kuat. Alhasil motornya melaju lebih kencang. Namun naas, tikungan tajam 900 yang berada didepannya luput dari pandangan. Ia pun panic dan tak sempat menginjak pedal rem. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengarahkan stir ke arah tikungan, namun satu roda bagian belakang menjadi tidak seimbang. Konsentrasinya terpecah, ia pikirannya semakin terdesar untuk memutuskan meluruskan stir motor ke arah jalan atau menyeimbangkan roda. Apesnya, jarak antara motor dengan tikungan tajam yang dibatasi tembok besar itu terasa semakin mendekat dengan kecepatan yang tak terkendali. Apesnya, kali ini perhitungannya meleset. Alan yang sangat lincah tak bisa membelokkan stir motor ke arah tikungan setelah ia berhasil meyeimbangkan roda belakang. Sehingga, motor roda tiga dengan kecepatan tinggi itu pun melaju lurus tanpa berbelok hingga berhenti setelah menabrak tembok.

Alan terjatuh. Sesaat ia sadar motornya baru saja menyerudug dinding hingga roboh. Namun  ia tak bisa bangun. Badannya terjepit reruntuhan dinding. Namun yang lebih mengenaskan, kaki kirinya terjepit rem hingga tulang bagian atas pergelangan kaki hancur.

Lukanya yang dialaminya cukup serius. Darahnya mengalir seperti tak terhentikan. Ia langsug dilarikan ke rumah sakit terdekat. Tapi rasanya kemalangan itu belum berakhir. Pendarahan hebat yang dialaminya sulit untuk ditangani kendati ia sudah diberikan pertolongan pertama oleh paramedis. Bahkan sebanyak 13 kantong darah tak mampu menahan pendarahan tersebut. Hingga akhirnya, dokter menyarankan untuk meng-amputasi kaki kiri Alan sekitar sejengkal dari lututnya. Operasi itu pun berhasil dilakukan hingga selesai pada pukul 11 malam.

Seminggu berselang, nasibnya pun masih dirundung malang. Alih-alih membuat luka cepat kering, Alan justru harus diamputasi untuk kedua kalinya lantaran ia mengalami infeksi di bagian luka bekas operasi. Musababnya, ia tak mengindahkan peringatan dokter untuk menghindari obat-obatan tradisional. Luka bekas operasinya membusuk. Sehingga tak ada pilihan lain waktu itu selain memotong kembali ruas kakinya sampai batas paha bawah.

 Seperti terjebak di tengah hutan, Alan harus tetap bisa menjalani kehidupan dengan apa adanya. Hidunya terasa berat pada awal – awal ia menjadi tuna daksa. Ia masih canggung menumpukan beban tubuhnya pada satu kaki. Namun lama-kelamaan, ia mulai lancar berjalan dengan bantuan tongkat sebagai pengganti kaki kirinya. Aktivitasnya pun seolah tidak terganggu dengan keadaanya. Meskipun beberapa tidak lagi bisa ia jalani.

Pun begitu, semangatnya untuk memperbaiki keadaan tak pernah padam. Beberapa kali ia mencoba untuk menemui pihak penyelenggara pemberi bantuan kaki palsu, namun semuanya hanya memberi janji-janji palsu. Malah ia dibuat sulit dengan birokrasi yang terlalu panjang dan bertele-tele. Sampai pada suatu saat ia bertemu dengan salah satu staff PT Mitra Telekomunikasi Nusantara Tbk yang menawarinya bantuan kaki palsu.

Ia pun senang. Dalam benaknya, sedikit harapanya kembali terang. Keinginannya terwujud ketika tim dari MKNT Foundation menyambangi rumahnya pada tanggal 06 November 2017. Ia menyambutnya gembira. Anak pertama dari 2 bersaudara ini pun sangat berterima kasih kepada MKNT Foundation yang sudah memilihnya sebagai salah satu objek dalam program “Gerakan Ayo Berjalan 1000 Langkah).

“ Saya sangat berterima kasih sekali kepada Mitra Komunikasi. Semoga terus sukses. Dan nanti kalau ada teman-teman saya yang butuh, saya bisa ajukan,” ujarnya. 

Kini kehidupan Alan sedikit lebih baik. Kaki kirinya tak lagi bergantung pada tongkat. Ia tinggal dengan keluarga kecilnya di Kota Raja Talang Padang, Tanggamus – Lampung  dengan berdagang bakso. Gerakannya lebih gesit. Bahkan Ia juga sudah bisa mengendarai motor. Tak hanya itu, pria bernama lengkap Alanuari ini punya tekad besar untuk melakukan hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang lain pada umumnya.

“Malah saya kepingin manjat pohon. Saya mau coba bisa enggak saya pakai kaki palsu ini,” pungkasnya dengan penuh gelak tawa.